logo

logo smk
Mengintip Seputar Qurban

SMK Muhammadiyah 5 Surakarta - Mengintip Seputar Qurban

            Secara bahasa kurban berasal dari kata qaraba-yaqrabu-qurban-qurbanan yang berarti dekat dan mendekatkan. Sedangkan menurut istilah, kurban memiliki arti menyembelih hewan atau binatang dengan maksud untuk beribadah kepada Allah pada hari raya Haji (idul ‘Adha) dan tiga hari setelahnya (hari tasyrik). Adapun binatang yang baik di sembelih (udhiyyah) adalah unta, sapi, kerbau atau kambing/ (Taqiyuddin Abi Bakar: 172)

            Menurut Wahbah al-Zhaili kurban (udhiyyah) secara bahasa ialah nama untuk suatu hewan yang disembelih, atau hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha. Sedangkan menurut fiqh kurban ialah menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah di dalam waktu tertentu. Wahbah al-Zuhaili: 1984)

            Adapun dasar hukum atau dalil tentang ibadah kurban diantaranya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pokok hukum islam. banyak sekali perintah yang menyebutkan tentang ibadah kurban dan memerintahkan secara jelas dan tegas, berikut di antaranya adalah firman Allah dalam surat al-Hajj: 34 dan surat al-Kautsar: 1-2. 

            Surat al-Hajj: 34 menjelaskan bahwa pada setiap generasi umat terdahulu juga disyariatkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah kurban dengan tujuan supaya mereka ingat kepada Allah SWT terhadap rizki yang telah diberikan kepada mereka.

            Serta dalam surat al-Kautsar: 1-2 menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia, maka dari itu sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan diperintahkanlah untuk mendirikan sholat dan juga berwurban dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

            Para ulama memiliki perbedaan pendapat terhadap hukum melaksanakan ibadah kurban, apakah hukumnya wajib ataukah sunnah, di antara ulama tersebut ialah:

  1. Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Umm menyebutkan hukum berkurban adalah sunnah. Meski Imam Syafi’i berkata bahwa berkurban adalah sunnah hukumnya, namun dia tidak pernah meninggalkan ibadah kurban setiap tahunnya. (al-Umm jilid I: 243)
  2. Imam Malik dalam kitabnya al-Muwattha’ mengatakan bahwa hukum berkuban ialah sunnah. Pendapatnya sejalan dengan Imam Syafi’i. Imam Malik juga berkata bahwa ia sangat tidak menyukai orang yang mampu berkurban tetapi tidak melaksanakannya. (al-Muwattha’: 304)
  3. Adapun menurut mazhab-mazhab selain Hanafiyyah, seperti Safi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah dan Zahiriyah, bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkad, bukan wajib. Serta makruh meninggalkanya bagi seorang yang mampu melaksanakan ibadah kurban. (Wahbah al-Zuhaili: 2011)
  4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kurban itu hukumnya wajib. Sebagaimana perkataannya dalam kitabnya, ketahuilah bahwasanya perbuatan mendekatkan diri dengan harta itu ada dua bentuk. Pertama dengan jalan kepemilikan seperti sedekah dan kedua dengan jalan melepaskan (membebaskan) seperti memerdekakan. Dan dalam ibadah kurban terdapat kedua maksud tersebut, maka sesungguhnya berkurban adalah bentuk mendekatkan diri dengan melepaskan darah (menyembelih) kemudian daging disedekahkan itu merupakan kepemilikan. (al-Mabsuth)

 

Penulis: Fitri Cahyanto